Sosok ibunya yang tegas yang keras merupakan motivasnya dalam hidup. Pernah saat Sukanto pulang dari tepi laut, ia ditanyai oleh ibunya. Iapun mengada-ada dalam menjawabnya kemudian Sukanto kecil dipukuli rotan. Namun dengan sifat ibunya yang seperti itu membuatnya menjadi pebisnis Indonesia papan atas Indonesia. Ia kini memimpin beberapa perusahaan yang berada di bawah Raja Garuda Mas Internasional.
Sebenarnya Sukanto kecil memiliki cita-cita untuk menjadi dokter. Sayangnya ia dulu tak meneruskan ke Fakultas Kedokteran. Memasuki usia 18 tahun, Amin Tanoto, sang ayah mengalami sakit stroke. Sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, ia meneruskan usaha orang tuanya dengan berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil. Ia memang sudah memahami bisnis orang tuanya tersebut karena sedari kecil Sukanto sudah biasa membantu orang tuanya. Dari sinilah Tan Kang Hoo pertama kali belajar berbisnis.
Sukanto pindah ke Medan dan mulai berdagang onderdil mobil lalu mengubah usahanya menjadi general contractor & supplier. Suatu ketika pejabat Pertamina, Sjam datang dan menawarinya untuk menjadi kontaktor. Sukantopun tidak menyia-nyia kesempatan tersebut. Di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, Sukanto membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor, dan membuat lapangan golf di Prapat.
Tahun 1972, Sukanto mendirikan perusahaan kayu, CV. Karya Pelita yang memproduksi kayu lapis. Dia membuat perusahaan kayu tesebut karena impor kayu lapis dari Singapura menghilang dipasaran. Iapun mulai pandai dalam melihat peluang. Kemudian pada tahun 1973 dia mengubahnya menjadi PT. Raja Garuda Mas (RGM) dan menjadi direktur utama. Kayu lapis yang dihasilkan bermerk Polyplex. Kayu itu dipasarkan pada negar-negara Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.
Pada saat belum ada pihak yang membuka perkebunan kelapa sawit, iapun memanfaatkan kesempatan tersebut. Ia membuka perkebunan secara besar-besaran. Kemudian Sukanto mendirikan PT. Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reforestation. PT. IIU memproduksi pulp, kertas, dan rayon. IIU juga mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup karena Danau Toba mengalami pencemaran oleh limbah pulp. Akhirnya, IIU sempat ditutup.
Di Riau untuk membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik pulp yang konon terbesar di dunia, PT. Riau Pulp. PT tersebut mulai berdiri sebenarnya sejak tahun 1995 namun karena krisis yang terjadi, perusahaan tersebut baru jadi pada tahun 2001. Dari pengalamannya di Medan kemudian membuka program community development untuk penduduk setempat bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Diantaranya adalah penggemukan sapi, pembangunan jalan, dan pertanian.
Usaha lain yang dilakukan adalah dengan mengambil alih mayoritas sahamnya di United City Bank. Hal tersebut dilakukan karena bank tersebut mengalami kesulitan dalam keuangan. Kemudian ia mendirikan Unibank. Selain itu, ia mulai merambah dunia property dengan mendirikan Uni Plaza lalu Thamrin Plaza. Lalu dia melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina namun kini sudah dijual untuk memperbesar PT Riau Pulp. Karena ia ingin menjadi pengusaha yang bersaing secara global, Sukanto dan keluarga memilih untuk tinggal dan mendirikan kantor pusat di Singapore sejak 1997.
Tidak hanya sampai di situ, iapun menulis buku tentang bagaimana entreprenur menghadapi krisis. Yang ia lakukan adalah penelitian bagaimana para pengusaha di Negara Eropa itu survive pada saat First World War dan Second World War. Bagaimana pengusaha Amerika itu melewati krisis 1930. Bagaimana pengusaha-pengusaha di Cina, waktu perubahan rezim, ketika komunis masuk. Selain itu bagaimana pengusaha-pengusaha melalui Latin America krisis, yang di Brasil,
Walaupun dia sudah menjadi pengusaha tingkat dunia, ia tak henti-hentinya untuk belajar. Saat dia sedang melakukan perjalananpun, ia selalu membaca buku dan sering kali juga ia mengambil cuti untuk mengikuti kursus Dua sampai tiga minggu ia pernah mengambil cuti untuk pergi ke Harvard, Tokyo, London School of Economic, guna meng-update pengetahuan. Terakhir, 2001 lalu, ia mengikuti Wharton Fellows Program, Amerika, selama enam bulan, untuk belajar dotcom.
Sukanto berpegangan pada do the right thing, do the thing right. Do the right thing digunakan sebagai pedoman pada pola manajemen dan do the thing right memiliki penekanan terhadap pentingnya suatu action pada ide yang dipunyai. Dia juga menjelaskan bahwa bisnis dan politik tidak boleh bercampur. Baginya bisnis merupakan bagaimana cara pengembangan terhadap sumber daya yang ada untuk kehidupan yang lebih baik. Ia pun berprinsip “Continous Improvement”, dimana harus terus berinovasi dan berimprovisasi dalam mengembangkan produktivitas. Ini dilakukan dengan waktu yang lebih cepat, kualitas lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah. Dia juga selalu menjungjung tinggi nilai kejujuran dan accountability. Selanjutnya ialah memaknai people, planet, profit, yakni apapun usaha yang dilakukan, hal terebut untuk memakmurkan masyarakat, kelestarian dunia dan laba yang akan diperoleh.
Pada tahun 2012 kekayaannya mencapai 2,8 miliar dollar AS dengan menduduki peringkat 5 sebagai orang terkaya di Indonesia dan menduduki peringkat 418 sebagai orang terkaya di Dunia versi majalah Forbes. Pria yang kini bertempat tinggal di Singapura ini memiliki aset hingga 12 miliar dollar AS. Sukanto Tanoto menikah dengan Ny. Tinah Bingei Tanoto dan memiliki empat orang anak.