Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan konsultan Colliers International memprediksi harga lahan industri di Jakarta Raya bakal stagnan tahun ini. Pengembang juga dinilai bakal memberikan diskon harga bila permintaan lahan dari investor terbilang besar.
Berdasarkan laporan Colliers yang dikutip Bisnis.com, Jumat (6/1/2016), penjualan lahan yang lesu sepanjang tahun lalu membuat calon pembeli punya posisi tawar lebih tinggi dalam menentukan harga jual. “Pemilik lahan secara umum berada dalam posisi menawarkan harga yang lebih menarik untuk transaksi besar,” tulis Colliers.
Berdasarkan laporan Colliers yang dikutip Bisnis.com, Jumat (6/1/2016), penjualan lahan yang lesu sepanjang tahun lalu membuat calon pembeli punya posisi tawar lebih tinggi dalam menentukan harga jual. “Pemilik lahan secara umum berada dalam posisi menawarkan harga yang lebih menarik untuk transaksi besar,” tulis Colliers.
Menurut Colliers, dalam sejumlah transaksi, pengembang memberikan diskon untuk mengejar target penjualan lahan berdasarkan luas. Pada kuartal IV/2016, beberapa pengembang juga memberikan daftar harga yang berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Colliers menggambarkan, ada pengembang yang percaya diri menawarkan harga di atas rata-rata masih tetap kesulitan menjual lahan kendati sudah memangkas harga jual hingga 15%.
Sepanjang tahun lalu, penjualan lahan industri di Jakarta Raya, mencakup Serang, Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Karawang hanya mencapai 174,9 hektare, atau 50,5% dari realisasi transaksi
Penjualan sepanjang 2015. Kendati demikian, tren penjualan secara kuartalan meningkat.
Berdasarkan wilayah, harga rata-rata lahan di Bekasi dan Karawang mencapai masing-masing US$222,1 per m2 dan US$188,8 per m2. Angka tersebut tidak terpaut jauh dari posisi kuartal IV/2015. Harga rata-rata lahan di Bekasi tetap sedangkan di Karawang tercatat US$185.
Colliers menggambarkan, ada pengembang yang percaya diri menawarkan harga di atas rata-rata masih tetap kesulitan menjual lahan kendati sudah memangkas harga jual hingga 15%.
Sepanjang tahun lalu, penjualan lahan industri di Jakarta Raya, mencakup Serang, Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Karawang hanya mencapai 174,9 hektare, atau 50,5% dari realisasi transaksi
Penjualan sepanjang 2015. Kendati demikian, tren penjualan secara kuartalan meningkat.
Berdasarkan wilayah, harga rata-rata lahan di Bekasi dan Karawang mencapai masing-masing US$222,1 per m2 dan US$188,8 per m2. Angka tersebut tidak terpaut jauh dari posisi kuartal IV/2015. Harga rata-rata lahan di Bekasi tetap sedangkan di Karawang tercatat US$185.
Berita terkait :JAKARTA — Sejumlah pengembang meyakini bahwa segmen lahan industri pada tahun ini berpotensi tumbuh paling tinggi di antara segmen properti lainnya. Hal itu berkaca dari pertumbuhan secara kuartalan pada 2016 serta sejumlah upaya pemerintah yang terus memperbaiki iklim usaha di Indonesia.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar mencatat, penjualan lahan industri sepanjang 2016 hanya sekitar 200 hektare dari target 700 hektare pada awal tahun. Meski masih jauh dari harapan, pihaknya optimistis perolehan tahun ini akan lebih baik dari 2016.
HKI, tuturnya, tidak akan memasang target angka lagi, tetapi seluruh pelaku usaha telah berkomitmen akan mendukung segala upaya pemerintah dalam menggalakkan pembangunan wilayah.
“Sejumlah kendala tahun lalu masih pada hal-hal klasik tentang kepastian hukum, harmonisasi antarlembaga pemerintahan, pelayanan semua aspek, tarif listrik dan gas, serta biaya transportasi dan logistik yang sedang terus diperbaiki pemerintah,” katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Kamis (5/1).
Sanny mengungkapkan, satu persoalan lagi yang krusial yakni kompetisi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia. Saat ini investor terus melakukan perbandingan agar usahanya dikerjakan oleh orang yang terampil dan hasil yang efektif.
Menurutnya, saat ini negara yang menjadi pertimbangan investor selain Indonesia adalah Vietnam. Bahkan, Vietnam membuat perandaian jika di Indonesia, mereka harus membayar 10 dengan hasil 1, di Vietnam mereka bisa membayar 20, tetapi dengan hasil 5.
Dia mengakui, perbandingan tersebut sejalan dengan nilai ekspor yang dapat dilakukan Vietnam, yakni lebih tinggi empat hingga lima kali lipat dibandingkan dengan Indonesia.
“Masalah itu juga sudah mendapat perhatian pemerintah. Saat ini, Presiden sedang menggalakkan program pemagangan bagi lulusan sekolah kejuruan termasuk politeknik dan diploma. Mereka akan diasah lebih terampil dalam bekerja,” ujar Sanny.
Tak hanya itu, dia menuturkan, program pemerintah membangun kawasan industri di setiap wilayah juga akan meramaikan pasar industri nasional. Dengan upaya perbaikan infrastruktur, pemerintah telah berhasil menciptakan banyak kawasan industri baru, seperti Jatengland di Demak, Jawa Tengah.
Ada dua poin utama yang akan mendukung pertumbuhan lahan industri tahun ini. “Infrastruktur mendasar termasuk pelabuhan dan pembangkit listrik dan gas, serta pengembangan kawasan baik oleh pemerintah maupun swasta.”
PENJUALAN 2016
Konsultan Colliers International Indonesia lebih spesifik mencatat penjualan lahan sepanjang 2016 lalu sebanyak 174,90 hektare. Mayoritas komposisi transaksi terjadi di kawasan Bekasi dengan jumlah penjualan 97,20 hektare, adapun di Karawang 23,60 hektare, dan Serang 31,60 hektare.
Dalam laporannya, pencapaian tersebut hanya sekitar 50% dari realisasi penjualan sepanjang 2015 seluas 347,51 hektare. Namun, hasil tersebut bukan menjadi hal yang buruk dalam catatan Colliers sebab perolehan 2015 ditopang oleh satu transaksi besar seluas 100 hektare dari Modern Cikande.
Associate Director Research Colliers Ferry Salanto menuturkan, jika secara umum dilihat perolehan 2016 dan 2015 tidak jauh berbeda. Dirinya pun memprediksi, ke depan sektor lahan industri memilik prospek yang paling baik di antara sektor properti lainnya.
Hal ini terlihat dari pertumbuhan penjualan lahan pada kuartal III/2016 yang mencapai 59 hektare, naik 103% dibandingkan dengan pencapaian kuartal II/2016. Adapun, pada kuartal VI/2016 meski tidak terjadi pertumbuhan, penjualan berhasil mencapai 68,70 hektare.
“Kami masih memonitori satu pengembang besar di Bekasi yang sedang melakukan pembicaraan dengan investor asing. Kami kira jika transaksi tersebut terjadi akan ada penjualan yang besar mengawali kuartal pertama 2017,” katanya.
Selama kuartal IV/2016, transaksi penjualan lahan tertinggi dicatat oleh Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) seluas 47 hektare dengan salah satu pembeli perusahaan besar dari Korea Selatan yang bergerak di industri kimia.
Perolehan KIEC disusul oleh Modern Cikande seluas 16,10 hektare dengan pembeli dari perusahaan lokal seluas 11,20 hektare dan perusahaan dari China sekitar 4 hektare.
Sebelumnya, konsultan BCI Asia juga memproyeksi nilai konstruksi properti sektor lahan industri mencapai Rp32,20 triliun pada tahun ini. Angka ini menurun 10% jika dibandingkan dengan perolehan konstruksi pada periode 2016 sebesar Rp35,90 triliun.
Senior Research Analyst Indonesia BCI Asia Gusti Rahayu Anwar mengatakan, meski menurun, secara periode tahunan, tahun ini akan lebih bertumbuh dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada 2015 menuju 2016 yang mencapai 31%.
BCI pun memprediksi ada tiga daerah yang akan menerima pasokan konstruksi tertinggi pada tahun ini, yaitu Jakarta dan sekitarnya 17,70%, Jawa Tengah dan Yogyakarta 17,35%, serta Sulawesi-Maluku-Papua 17,31%.
“Kalau 2016 lalu, Jakarta dan sekitarnya juga masih memimpin dengan perolehan nilai konstruksi 40% dari total, disusul Pulau Sumatra 24% dan Jawa Barat 12%,” katanya.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) Sanny Iskandar mencatat, penjualan lahan industri sepanjang 2016 hanya sekitar 200 hektare dari target 700 hektare pada awal tahun. Meski masih jauh dari harapan, pihaknya optimistis perolehan tahun ini akan lebih baik dari 2016.
HKI, tuturnya, tidak akan memasang target angka lagi, tetapi seluruh pelaku usaha telah berkomitmen akan mendukung segala upaya pemerintah dalam menggalakkan pembangunan wilayah.
“Sejumlah kendala tahun lalu masih pada hal-hal klasik tentang kepastian hukum, harmonisasi antarlembaga pemerintahan, pelayanan semua aspek, tarif listrik dan gas, serta biaya transportasi dan logistik yang sedang terus diperbaiki pemerintah,” katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, Kamis (5/1).
Sanny mengungkapkan, satu persoalan lagi yang krusial yakni kompetisi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia. Saat ini investor terus melakukan perbandingan agar usahanya dikerjakan oleh orang yang terampil dan hasil yang efektif.
Menurutnya, saat ini negara yang menjadi pertimbangan investor selain Indonesia adalah Vietnam. Bahkan, Vietnam membuat perandaian jika di Indonesia, mereka harus membayar 10 dengan hasil 1, di Vietnam mereka bisa membayar 20, tetapi dengan hasil 5.
Dia mengakui, perbandingan tersebut sejalan dengan nilai ekspor yang dapat dilakukan Vietnam, yakni lebih tinggi empat hingga lima kali lipat dibandingkan dengan Indonesia.
“Masalah itu juga sudah mendapat perhatian pemerintah. Saat ini, Presiden sedang menggalakkan program pemagangan bagi lulusan sekolah kejuruan termasuk politeknik dan diploma. Mereka akan diasah lebih terampil dalam bekerja,” ujar Sanny.
Tak hanya itu, dia menuturkan, program pemerintah membangun kawasan industri di setiap wilayah juga akan meramaikan pasar industri nasional. Dengan upaya perbaikan infrastruktur, pemerintah telah berhasil menciptakan banyak kawasan industri baru, seperti Jatengland di Demak, Jawa Tengah.
Ada dua poin utama yang akan mendukung pertumbuhan lahan industri tahun ini. “Infrastruktur mendasar termasuk pelabuhan dan pembangkit listrik dan gas, serta pengembangan kawasan baik oleh pemerintah maupun swasta.”
PENJUALAN 2016
Konsultan Colliers International Indonesia lebih spesifik mencatat penjualan lahan sepanjang 2016 lalu sebanyak 174,90 hektare. Mayoritas komposisi transaksi terjadi di kawasan Bekasi dengan jumlah penjualan 97,20 hektare, adapun di Karawang 23,60 hektare, dan Serang 31,60 hektare.
Dalam laporannya, pencapaian tersebut hanya sekitar 50% dari realisasi penjualan sepanjang 2015 seluas 347,51 hektare. Namun, hasil tersebut bukan menjadi hal yang buruk dalam catatan Colliers sebab perolehan 2015 ditopang oleh satu transaksi besar seluas 100 hektare dari Modern Cikande.
Associate Director Research Colliers Ferry Salanto menuturkan, jika secara umum dilihat perolehan 2016 dan 2015 tidak jauh berbeda. Dirinya pun memprediksi, ke depan sektor lahan industri memilik prospek yang paling baik di antara sektor properti lainnya.
Hal ini terlihat dari pertumbuhan penjualan lahan pada kuartal III/2016 yang mencapai 59 hektare, naik 103% dibandingkan dengan pencapaian kuartal II/2016. Adapun, pada kuartal VI/2016 meski tidak terjadi pertumbuhan, penjualan berhasil mencapai 68,70 hektare.
“Kami masih memonitori satu pengembang besar di Bekasi yang sedang melakukan pembicaraan dengan investor asing. Kami kira jika transaksi tersebut terjadi akan ada penjualan yang besar mengawali kuartal pertama 2017,” katanya.
Selama kuartal IV/2016, transaksi penjualan lahan tertinggi dicatat oleh Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) seluas 47 hektare dengan salah satu pembeli perusahaan besar dari Korea Selatan yang bergerak di industri kimia.
Perolehan KIEC disusul oleh Modern Cikande seluas 16,10 hektare dengan pembeli dari perusahaan lokal seluas 11,20 hektare dan perusahaan dari China sekitar 4 hektare.
Sebelumnya, konsultan BCI Asia juga memproyeksi nilai konstruksi properti sektor lahan industri mencapai Rp32,20 triliun pada tahun ini. Angka ini menurun 10% jika dibandingkan dengan perolehan konstruksi pada periode 2016 sebesar Rp35,90 triliun.
Senior Research Analyst Indonesia BCI Asia Gusti Rahayu Anwar mengatakan, meski menurun, secara periode tahunan, tahun ini akan lebih bertumbuh dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada 2015 menuju 2016 yang mencapai 31%.
BCI pun memprediksi ada tiga daerah yang akan menerima pasokan konstruksi tertinggi pada tahun ini, yaitu Jakarta dan sekitarnya 17,70%, Jawa Tengah dan Yogyakarta 17,35%, serta Sulawesi-Maluku-Papua 17,31%.
“Kalau 2016 lalu, Jakarta dan sekitarnya juga masih memimpin dengan perolehan nilai konstruksi 40% dari total, disusul Pulau Sumatra 24% dan Jawa Barat 12%,” katanya.