Pada awal kerjanya, ia mendapat beasiswa master dan melanjutkan di George Washington University, Amerika Serikat yang kemudian lulus dengan IPK 4,00. Tahun 1993, Sandi bergabung dengan Investasi Seapower Asia Limited di Singapura serta manajer investasi di MP Grup Holding Limited sejak tahun 1994.
Tahun 1995 ia menjabat sebagai Wakil Presiden Eksekutif NTI Resources Ltd di Kanada. Penghasilannya mencapai US $ 8.000 per bulan. Namun Sandi harus rela tersingkir karena krisis moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan perusahaan itu bangkrut. Selain itu, investasi dalam pasar saham juga terdampar sebab pasar saham global runtuh.
Dia hampir putus asa kemudian ia kembali ke Indonesia bersama dengan orang tuanya. Karena keadaannya itulah, membuatnya tidak ingin menjadi karyawan lagi. Dengan menjadi karyawan maka ia tidak dapat mandiri secara finansial. Sandi memulai merambah wirausaha dengan mendirikan perusahaan penasihat keuangan yang bernama PT. Recapital Advisors bersama dengan teman SMA-nya, Rosan Roeslani. Ia mendirikannya pada tahun 1997.
Pada tahun 1998, ia bekerja sama dengan salah satu anak dari William Edwin Soeryadjaya dengan mendirikan sebuah perusahaan investasi. Perusahaan tersebut bernama PT Saratoga Investama Sedaya. Perusahaan ini bergerak pada produk pertambangan, telekomunikasi dan kehutanan. PT ini memiliki saham besar pada perusahaan batu bara, PT. Adaro Energi Tbk.
Dia membeli perusahaan yang bergerak dalam perawatan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) kemudian berubah menjadi Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Lalu dia jual kembali dengan harga yang tinggi saat sistem perusahaan menjadi stabil dan memberikan keuntungan. Beberapa perusahaan telah dijual, termasuk PT Citra Darmaja Dipasena, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Hotel Grand Kemang, dan PT Astra Microtronics.
Walaupun banyak perusahaan yang dia buat, perusahaanya itu tetap berkembang dengan baik. Dari pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Sukses yang diperoleh diraihnya saat masih berusia muda. Dia meraih nominasi 150 orang terkaya dengan kekayaan US $ 220 juta atau sekitar Rp 22 triliun. Padahal dia merasa tidak pernah melaporkan kekayaannya.
Menjadi posisi seperti ini, Sandi hanya bisa bersyukur. Jika tidak terjadi krisis 1998 mungkin ia kini masih menjadi karyawan. Orang tuanya yang juga merupakan pengusahapun sebenarnya tidak menginginkan Sandi menjadi pengusaha juga. Ia selalu percaya bahwa setiap kesulitan selalu bersama dengan kemudihan yang dikutip dari Al Quran.
Sandi aktif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sampai September 2010 karena merasa bertanggung jawab terhadap pengusaha muda di Indonesia. Dia merasa bahwa keterampilan pengusaha seharusnya dididik sejak dini.
Banyak kesibukan yang dia miliki tidak membuatnya melupakan keluarganya. Bapak dua anak ini meluangkan tiap akhir pekan guna menghabiskan waktu bersama mereka. Mereka memiliki tempat favorit, yaitu Senayan. Ia sama sekali tidak tertarik pada politik.
Sukses sebelum berusia 40 tahun, banyak yang ia jabat. Seperti Ketua Asosiasi Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) untuk periode 2005-2008, aktif di Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin), anggota KEN (Komite Ekonomi Nasional) dan Bendahara ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).